Wanita
Kehidupanku mati sebelum waktunya. Kematian sebelum waktunya kurasa itu lebih sakit dari pada si hamba yang dihentikan berbicara, dan meninggalkan amalan. Entah apa ini yang namanya cinta itu buta? Membutakan segala yang kusuka, jauh dari sebelum aku merasakanny. Apa ini yang dinamakan dua puluh satu?Ketika kehidupan bukan lagi dikenalakn pada mereka yang berwajah satu, tapi setap manusia yang menghampiriku adalah mereka yang berrwajah seribu. Rasanya selalu ingin pulang ke pangkuan Tuhan. Saat rumah yang kusinggahi bukan lagi tempat ternyaman.
Satu persatu imanku lari dengan malu, diam-diam tanpa kesadaranku. Seperti hilang ingatan, tapi aku menyadari kenangan. Seperti kehilangan nyawa, tapi aku masih menikmati sakitnya dunia. Tuhan azab apa lagi yang Kau sampaikan? Tentang kerinduan-Mu yang tak kunjung layu. Masih mekar seperti indahnya bunga mawar. Masih selalu ingin tumbuh, seperti tubuhku di usia dua puluh, setahun yang lalu.
Sungguh aku rindu! rindu yang rasanya hampir sama seperti jelu. Berkali-kali inginku sampaikan pada adzan yang berkumandang. Bahwa, aku ingin pulang. Rasanya sudah lelah berkhianat pada setiap amanah. Rasanya sudah tak ingin berjalan, bila setiap injakan adalah pengkhianatan. Rasanya ingin marah, saat kulupa bahwa aku adalah perempuan amanah ayah.
Tuhan tak pernah meninggalkan, ayah tak pernah marah, ibu tak pernah jelu, dan sahabat tak pernah berkhianat.
Komentar
Posting Komentar