Cinta
Setelah sekian lama tak membicarakan pikiranku sendiri. Setelah sekian banyak hal yang aku lalui, aku paham makna perasaan. Tuhan memang adil, kata penyair bahwa cinta pertama tak bisa digantikan dengan siapapun manusianya. Nyatanya, cinta adalah usaha- usaha yang sejalan dengan rasa. Kalau hanya berharap dan bedoa, kesannya hati pasrah. Padahal, tidak ada perjuangannya.
Sama seperti kisah yang aku pendam bertahun lamanya. Masih berharap kembali, padahal sudah dibilang tak bisa bersama. Sampai menyakitkan beberapa orang, demi menunggu kabarnya datang. Sedangkan ia yang ditunggu sedang baik- baik saja tanpa memiliki rasa apa- apa. Sebagai perempuan yang selalu memakai perasaan, tak pernah memikirkan bagaimana dampak di masa depan. Hal sepele yang dianggap ringan ternyata bisa memberatkan pikiran, bahkan ada trauma yang kita lupa sebab latar belakangnya.
Aku, pernah paling cemburu, pernah paling tak percaya. Bahkan sudah bersama bertahun- tahun dengan seseorang yang akhirnya tetap aku perjuangkan untuk aku cintai. Setelah mampu menghapus rindu- rindu pada dia yang sebenarnya sudah lama berlalu. Setelah menikah, cemburuku pernah membara. Pernah tak percaya bahwa aku dicintai, karena terlalu lama menunggu seseorang yang aku pikir kita satu rasa. Padahal bertahun- tahun itu cukup lama, mungkin saja ia juga sudah lupa bahwa kita pernah sama- sama. Cemas, takut kehilangan, tapi tak percaya juga bahwa aku dicintai.
Beberapa bulan ini aku sengaja menerima pertemanan masalaluku yang ternyata pernah meminta berteman jauh sebelum aku menikah. Beberapa kali melihat postingannya, sedikitpun tak ada rasa yang pernah aku pendam bertahun lamanya. Tak sakit juga kalau sekarang aku sudah mencintai orang yang juga mencintaiku, mungkin begitu juga dengannya. Namun, setelah cemas yang menhapiri ku 2 tahun belakang ini, entah apa penyebabnya. Setelah banyak limpahan kesalahan yang aku lemparkan ke suamiku. Tuhan seperti mengetuk pikiranku, saat aku tak cemburu dengan apapun yang aku lihat padahal dia pernah menjadi paling istimewa di hatiku.
Aku disadarkan dengan beberapa hal, cemasku takut kehilangan karena pernah paling menuggu padahal tak pernah kembali ditunggu. Mencintai tapi tak percaya dicintai, hanya karena pernah paling mencintai tapi tak ada sedikitpun rasa yang kembali. Segalanya harus perfeksionis, karena pernah takut merasa paling kurang, sampai apapun yang aku harapkan tak dihargai.
Komentar
Posting Komentar